Terinspirasi dari beberapa tulisan Mark Graban yang berada di blognya yang berjudul More Trust, Less Fear, pakar Lean Wiljeana Glover mengemukakan tentang kebiasaan para praktisi dan pakar mengabaikan pentingnya arti soft skill dalam implementasi metode Lean di organisasi.
Menurutnya, lebih mudah mendeskripsikan dan menonjolkan pentingnya kemampuan teknis dibandingkan dengan soft skill untuk kesuksesan implementasi Lean.
Berikut ini adalah beberapa alasannya :
Makna “Soft Skill” Masih Biasa
Ketika mendengar kata “soft skill”, beberapa orang akan langsung terbayang mengenai sesuatu yang lunak, fleksibel, sulit diukur dan didefinisikan dengan pasti. Seperti ini :
Namun, menurut Glover, seharusnya inilah yang orang pikirkan ketika mendengar kata “soft skill” (fondasi yang kokoh untuk menopang bangunan di atasnya) :
Inilah dasar pemikiran Glover :
“Soft skill” dapat dideskripsikan sebagai kemampuan sosial dan motivasional, perilaku dan kemampuan dari seseorang atau suatu kelompok untuk melaksanakan tugas. Kebiasaan yang berkembang di lingkungan profesional kita, menurut Glover, adalah menempatkan “soft skill” (seperti kepercayaan diri, integritas, keyakinan, empati, adaptabilitas, dan kemampuan kontrol diri) di tempat kedua setelah kemampuan teknis, alias kurang penting. Kenyataannya, para praktisi dan akademisi dari berbagai disiplin ilmu telah menemukan bahwa ternyata soft skill memiliki dampak yang sangat luar biasa terhadap kinerja proses/pekerjaan apapun yang melibatkan manusia.
Contohnya, Sistem SosioTeknikal (STS) yang belakangan ini berkembang di organisasi menekankan akan pentingnya optimasi yang setara antara tugas atau lingkungan teknis dengan sistem sosial yang berada dalam organisasi. Sistem sosioteknikal sendiri dalam konteks pengembangan organisasi adalah pendekatan untuk perancangan kerja organisasional yang kompleks, yang membutuhkan interaksi antara manusia dengan teknologi di tempat kerja.
Sayangnya, dampak “soft skill” atas kesuksesan inisiatif Lean belum sepenuhnya dipahami.
Menurut opini Glover, mayoritas orang sudah memahami pentingnya soft skill, bahkan mereka paham bahwa soft skill kadang lebih penting dari kemampuan teknis. Namun implementasi dari pemahaman inilah yang masih sulit. Dikarenakan, soft skill adalah sesuatu yang amat sulit untuk ditumbuh-kembangkan, diukur, terutama dalam dunia pendidikan dan sebagainya. Akibatnya, kita sering lebih memilih untuk mengabaikan kemampuan tersebut daripada keinginan untuk lebih mengasahnya.
Penyebab selanjutnya istilah soft skill sering dianggap telalu abstrak. Untuk mengatasinya, Glover menyarankan untuk menetapkan istilah-istilah untuk mendefinisikan kemampuan-kemampuan tersebut dalam bahasa organisasi walaupun definisi yang umum (seperti kepercayaan diri, integritas, dan sebagainya) sebaiknya agar tetap selalu digunakan dalam bahasa organisasi.
Bagaimana dengan anda? Apa pendapat anda mengenai pentingnya soft skill dan adakah cara khusus yang anda terapkan untuk mengembangkan kemampuan semacam ini dalam organisasi?
CV. Groedu Inti Global Inovasi ( Groedu Trainer Pengembangan SDM)
Cito Mall – Jl. A. Yani 288 (Bunderan Waru), Lantai UG, US 23, No. 3 & 5 Surabaya.
Telepon : 031-33311179
Hp : 0818521172 / 085851515656
CP : Frans / Burhan
Sumber Utama : http://shiftindonesia.com/soft-skill-penting-namun-kurang-dipentingkan/